13th Mar, 2010

Ada “Kontribusi” Auditor Dalam Jatuhnya LEHMAN BROTHERS?

Berikut saya kutipkan berita dari Kompas edisi Sabtu, 13 Maret 2010 judul “Lehman Brothers ‘Nakal’ “:

“Auditor Ernst & Young juga dinilai lalai, dan melaporkan hasil audit “palsu” soal keuangan Lehman Brothers. …….
Juga ada kasus penyesatan informasi yang material dalam akuntansi Lehman…….
Menurut laporan itu, Lehman menggunakan rekayasa akuntansi untuk menutupi utang sebesar 50 miliar dolar AS di pembukuannya. Semua itu dilakukan untuk menyembunyikan ketergantungan dari utangnya…..
Para pejabat senior Lehman, juga auditor mereka Ernst & Young, sadar akan tindakan ini…”

Jika memang “tuduhan” yang dipublikasikan oleh peneliti Anton Valukas ini benar, maka sekali lagi, profesi auditor diragukan dari sisi integritas dan profesionalisme nya. Hal ini merupakan “tamparan” yang keras bagi auditor untuk kesekian kalinya, karena seperti kita tahu, runtuhnya Lehman Brothers merupakan trigger dari munculnya krisis keuangan yang sifatnya global.

Saya, yang walaupun bukan seorang auditor, turut prihatin dengan berita diatas. Karena, bukan baru sekali ini saja, auditor (apalagi yang bernaung dalam salah satu accounting firm yang memiliki label “big”) terpublikasi melakukan “kelalaian” profesional (saya masih canggung untuk bilang “kecurangan”, karena belum terbukti kan?). Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Enron kan? yang dengan sukses meruntuhkan salah satu accounting firm yang juga berlabel “big”. Kasus2 yang sudah sebutkan diatas adalah kasus yang kebetulan terjadi di negaranya Obama. Kalo kita mau ‘ngulik’ lebih dalam lagi, masih banyak kasus yang juga cukup mengguncangkan dunia auditing, sebagai contoh :
Supreme Court of Victoria (Australia) tahun 1992 mendakwa bahwa auditor dari salah satu accounting firm tidak memiliki ‘duty of care’ kepada kreditor ( AGC (Advances) Ltd.) yang merupakan ‘third party’ dari Lyvetta Weaving Mills Pty Ltd sebagai perusahaan yang diaudit. Kasus ini bukan merupakan kecurangan yang disengaja, namun lebih kepada kegagalan auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh audittee (Lyvetta). Namun apapun penyebabnya, dalam meng-conduct suatu audit, sudah wajib hukumnya,auditor harus selalu concern terhadap duty of care, integritas dan profesionalisme.

Sebagai salah satu orang yang ikut mendidik calon auditor, membuat saya berfikir, apa lagi yang harus kita bekali kepada mahasiswa agar mereka bisa menjadi auditor yang yang selalu sadar pada ‘fitrah’nya. Tentu saja kita (universitas) tidak cukup hanya membekali mereka dengan auditing technical skill (hard skill) dalam kurikulum nya, tapi harus juga dilengkapi dengan soft skill content seperti mata kuliah Etika dan Agama, atau kalo me-refer ke Binus Univ, ada mata kuliah Character Building 1 sampai 4 plus mata kuliah Kode Etik Profesi Akuntan yang (Insya Allah) mampu membentengi alumni (calon auditor) nya dari jalan yang “tidak lurus”. Pertanyaannya, apakah dengan seperangkat soft skill content tsb memang mampu menuntun para auditor untuk tetap berada di jalan yang ‘lurus’? Well, belum teruji memang (bisa jadi topik skripsi nih…:p )…. mari kita berdoa saja, semoga auditor2 lulusan Binus Univ atau univ lain di Indonesia masih mau “tidur nyenyak” tanpa diganggu mimpi buruk, dengan begitu, mereka berfikir 1000x kalo mau berbuat aneh2x dan lebih bertanggung jawab thd audit worknya.

Leave a response

Your response:

Categories